Hafsya melanjutkan kembali baca buku, kali ini masuk bagian kedua. Dia sangat antusias meperhatikan tingkah Petruk yang jenaka namun cerdas luar biasa. Ceritanya semakin seru. Tepat satu minggu yang lalu, Petruk menghadiri konferensi PESAN BUTA (Penyemat Kecerdasan Buatan pada Tanaman). Pada kesempatan itu, dihadiri seorang pakar teknologi Artificial Intelligance dari Google yang menginspirasi para peserta. Tak henti-hentinya, Petruk beserta hadirin lain menganggukan kepala tanda setuju atas pesan yang disampaikan. Riuh rendah tepuk tangan dan gelak tawa saling bersahutan menebarkan energi positif ke semua sudut ruang.
Sepulang dari seminar, Petruk bergegas melihat berbagai tanaman dikebunnya. Benaknya masih teringat kuat cerita tentang bagaimana di negara maju mampu mengendalikan pertumbuhan tanaman dengan komputer. Bukan hanya itu saja, bahkan dengan komputer mereka mampu mengendalikan pergerakan awan, diatur sedemikian rupa menuju longitude dan latitude tertentu hingga turun hujan. Petruk berpikir keras, saya harus bisa mengendalikan seluruh tanaman di kelurahan Karangkadempel dengan smartphone. Namun ia mengerti betul bahwa mimpinya itu hanya akan jadi bahan tertawaan saudaranya. Maka dia berupaya mewujudkan secara diam-diam. Supaya tidak ketahuan Gareng dan Bagong.
Petruk mengatur siasat. Baginya kolaborasi merupakan kunci utama, yang penting roadmap ada ditangannya. Misi pertama, mengendalikan pertumbuhan tanaman pangan di kebun, terutama sayuran. Kebun seluas empat hektar disulap menjadi green house, terbagi menjadi dua puluh komplek masing-masing seluas dua ribu meter persegi. Setiap komplek dilengkapi dengan sensor kelembapan, kadar oksigen, suhu, pH dan TDS. Ratusan meter pralon saling terhubung menyalurkan nutrisi namun alirannya terkendali oleh komputer. Sensor TDS digunakan Petruk untuk mengukur total padatan yang terlarut. Sehingga bisa segera ketahuan, nutrisi yang terlarut dalam air sudah mencukupi kebutuhan tanaman atau belum.
Beberapa bagian juga dilengkapi dengan CCTV. Bukan digunakan untuk memantau keamanan, melainkan untuk mengukur secara visual berapa estimasi jumlah sayuran yang bisa dipanen. Lebih detail lagi, visual yang tertangkap kamera dapat dianalisis menggunakan cloud computing engine sehingga ketahuan berapa jumlah daun yang kondisinya tidak layak panen. Taklupa Petruk juga membangun sebuah ruang kendali khusus, untuk memonitor pergerakan angka secara real-time yang diambil oleh ratusan sensor. Kelak, dari jutaan data yang berhasil dikumpulkan, Petruk menerapkan ilmu Big Data & Predictive Analitycs untuk mengendalikan pertumbuhan tanaman sayurannya.