Tidak peduli di mana posisi perusahaan saat ini dalam tingkat pengadopsian teknologi industri 4.0 seperti otomasi dan pemeliharaan prediktif, amat penting bagi mereka untuk melihat ke depan dan fokus untuk memastikan ketahanan dan kelangsungan bisnis.
Guna menjaga keberlangsungan bisnis di era normal baru, perusahaan perlu cepat beradaptasi, mengubah cara mereka beroperasi dan menjalankan bisnis untuk memenuhi permintaan pelanggan serta perilaku berbelanja yang terus berkembang.
Perusahaan yang visioner tengah mempercepat upaya mereka untuk memperluas kapasitas guna memenuhi lonjakan permintaan, sedangkan mereka yang ada di sektor industri menghadapi serangkaian tantangan, mulai dari pengelolaan operasional dari jarak jauh hingga gangguan pada rantai pasokan.
Sekali lagi, mereka yang memenangkan persaingan bisnis di masa normal baru ini adalah perusahan yang tengah menjalankan proses digitalisasi.
Menurut Yana Achmad Haikal, Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, dalam perjalanan digitalisasinya, perusahaan, baik yang bersifat industri maupun komersial, akan menghadapi beberapa kendala yang hanya dapat diatasi melalui integrasi yang efektif antara teknologi operasional (OT) dan teknologi informasi (IT).
Tantangan 1#: Mengelola Ledakan Data
Menurut penelitian KPMG, semua pelaku bisnis di dunia akan menghabiskan sebesar $232 miliar untuk investasi teknologi pada tahun 2025, jauh lebih besar dibandingkan pada tahun 2018 yang sebesar $12,4 miliar. Perusahaan yang berinvestasi pada teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intellgence/AI), pembelajaran mesin (Machine Learning/ML), dan otomatisasi proses robotik (Robotic Process Automation/RPA) akan mendapatkan pertumbuhan eksplosif selama beberapa tahun ke depan, di mana diperkirakan sekitar setengah dari perusahaan-perusahaan tersebut akan menggunakan teknologi ini dalam skala besar pada tahun 2025. Dengan pertumbuhan dan adopsi teknologi yang lebih besar, akan terjadi yang disebut ledakan data. IDC memperkirakan akan ada 80 miliar perangkat yang terhubung pada tahun 2025, yang akan menghasilkan 180 triliun gigabyte data baru pada tahun itu saja.
Semua mesin yang menghasilkan jutaan data harus dikumpulkan, digabungkan, dan dianalisa secara real-time sehingga perusahaan dapat memperoleh wawasan dari data tersebut. Kemampuan untuk sepenuhnya memanfaatkan informasi dari aset fisik dan memanfaatkannya untuk mengambil keputusan yang tepat, penting untuk mewujudkan industri 4.0 sepenuhnya. Dengan perkembangan perangkat yang terhubung dan seiring dengan perkembangan kemampuannya, maka pengambilan keputusan secara real-time di mana data diproses secara cepat tanpa adanya latensi cloud computing (komputasi awan) sangatlah krusial. Lingkungan yang memiliki kapasitas komputasi di luar cloud — yang lebih dekat dengan sumbernya adalah tempat di mana perangkat dan platform dapat melakukan analisa secara real-time tanpa perlu terlebih dahulu mengirim data ke cloud. Lingkungan ini dikenal sebagai edge. Gartner mengungkapkan bahwa 75% dari seluruh data di dunia akan diproses di edge pada tahun 2025.
Tantangan 2#: Integrasi yang Mulus antara Teknologi Operasional & Teknologi Informasi
Didorong oleh percepatan peningkatan teknologi pintar, industri menyatukan Industrial Internet of Things (IIoT), mesin yang terhubung, robot, sensor, perangkat pintar, dan analisa data real-time untuk mengintegrasikan dan mengotomasi berbagai tugas dari sistem manufaktur. Namun begitu, integrasi teknologi operasional (OT) dan teknologi informasi (IT), seringkali tidak berjalan mulus bahkan dikelola secara terpisah. Dengan kombinasi edge computing (komputasi tepi) dan perangkat IIoT akan mempermudah penyederhanaan proses industri, mengoptimalkan rantai pasokan, dan menciptakan pabrik “pintar”.
Tantangan 3#: Memiliki Visibilitas Lebih Besar dari Data yang Anda Hasilkan dengan Cepat
Seluruh mesin di fasilitas industri atau manufaktur yang menghasilkan data perlu dikontrol dan dikelola secara efektif sehingga memberikan nilai bagi kegiatan operasional. Prosesnya dimulai ketika sensor mengumpulkan data dari lingkungan. Mereka memasukkan data ke dalam sistem teknologi operasional (OT) yang kemudian mendigitalisasikannya. Data digital ini kemudian menyeberang ke sisi teknologi informasi (IT) untuk diproses sebelum menuju ke data center. Di sinilah sistem teknologi edge akan melakukan lebih banyak analisa.
Sistem pemrosesan teknologi edge umumnya berada di fasilitas atau lokasi yang paling dekat dengan sensor. Meskipun dimungkinkan untuk memproses data di data center, namun membutuhkan waktu yang lebih lama. Nilai ROI dari implementasi IIoT dinilai dari wawasan yang dapat ditindaklanjuti yang berasal dari data IoT yang dikumpulkan, secara real-time. Hal ini hanya dapat dimungkinkan dengan bantuan platform dan infrastruktur analitik berkinerja tinggi langsung dari sumbernya di edge.
“Perusahaan komersial dan industri didorong oleh kebutuhan untuk mengubah dan merangkul digitalisasi untuk memenuhi tuntutan pasar, tetap relevan, dan mempertahankan ketahanan bisnis. Latensi rendah, kapasitas bandwidth yang tinggi, dan komputasi terpercaya yang hadir melalui teknologi industrial edge dapat memberi daya dalam membangun ekosistem operasional yang ‘always on’ dan tak diragukan lagi merupakan solusi untuk kelangsungan bisnis yang efektif,” pungkas Yana.