Halo semuanya! Apa kabarnya? Semoga sehat selalu ya ditengah pandemi ini. Senang sekali bisa ketemu lagi sama teman-teman semua. Meski dirumah saja, masih tetap semangat belajar tentang data dong, pastinya.
Pada artikel di minggu ini akan membahas mengenai Machine Learning With Python for Beginner. Modul yang dipakai dalam artikel ini adalah salah satu modul Data Analyst Career Track oleh DQLab. Disini kita akan mempelajari hal dasar tentang machine learning beserta prakteknya dan bagaimana penerapannya dalam industri.
Penasaran, kan? Langsung aja kita mulai pembahasannya,yuk!
Machine Learning adalah teknik dimana komputer dapat mengekstraksi atau mempelajari pola dari suatu data, kemudian dengan pola yang telah dipelajari dari data historis, komputer mampu mengenali dan memprediksi trend, hasil atau kejadian di masa mendatang atau dari observasi baru tanpa perlu diprogram secara eksplisit.
Sebagai contoh, coba perhatikan folder spam di email yang kamu punya. Di sana ada banyak email promosi dan sebagainya yang dikirim secara acak ke email kita padahal tidak kita inginkan. Perusahaan seperti Google, Yahoo, Hotmail, Microsoft dan perusahaan penyedia lainnya secara otomatis memfilter pesan spam ini dengan machine learning. Hal ini bisa saja dilakukan dengan cara lain, tetapi akan ada begitu banyak rules dan logic yang harus dibuat sehingga tidak fleksibel, serta kompleksitasnya akan sulit untuk dikelola. Terutama untuk data dan variabel yang cukup banyak serta berubah sewaktu-waktu, sangat sulit untuk dimodelkan secara kuantitatif atau matematis.
Selain mengenali email sebagai spam atau bukan spam ada banyak contoh penggunaan machine learning lainnya, seperti memprediksi harga saham, pengenalan wajah (face recognition), mengenali tulisan tangan, mendeteksi fraud/scam kartu kredit, memprediksi cuaca, dan memprediksi permintaan barang.
Terdapat istilah-istilah yang sering dipakai di machine learning. Dalam pembuatan model machine learning tentunya dibutuhkan data. Sekumpulan data yang digunakan dalam machine learning disebut DATASET, yang kemudian dibagi/di-split menjadi training dataset dan test dataset. TRAINING DATASET digunakan untuk membuat/melatih model machine learning, sedangkan TEST DATASET digunakan untuk menguji performa/akurasi dari model yang telah dilatih/di-training.
Teknik atau pendekatan yang digunakan untuk membangun model disebut ALGORITHM seperti Decision Tree, K-NN, Linear Regression, Random Forest, dsb. dan output atau hasil dari proses melatih algorithm dengan suatu dataset disebut MODEL. Umumnya dataset disajikan dalam bentuk tabel yang terdiri dari baris dan kolom. Bagian Kolom adalah FEATURE atau VARIABEL data yang dianalisa, sedangkan bagian baris adalah DATA POINT/OBSERVATION/EXAMPLE.
Hal yang menjadi target prediksi atau hal yang akan diprediksi dalam machine learning disebut LABEL/CLASS/TARGET. Dalam statistika/matematika, LABEL/CLASS/TARGET ini dinamakan dengan Dependent Variabel, dan FEATURE adalah Independent Variabel.
Machine Learning terbagi menjadi 2 tipe yaitu supervised dan unsupervised Learning. Jika LABEL/CLASS dari dataset sudah diketahui maka dikategorikan sebagai supervised learning, dan jika Label belum diketahui maka dikategorikan sebagai unsupervised learning.
Misalnya kasusnya seperti email tadi, mengenali email sebagai spam atau bukan spam tergolong sebagai supervised learning, karena kita mengolah dataset yang berisi data point yang telah diberi LABEL ”spam” dan “not spam”. Sedangkan jika kita ingin mengelompokkan customer ke dalam beberapa segmentasi berdasarkan variabel-variabel seperti pendapatan, umur, hobi, atau jenis pekerjaan, maka tergolong sebagai unsupervised learning.
Lalu bagaimana cara menentukan algorithm yang cocok? Kalau sudah paham bahwa problem yang dihadapi adalah tipe unsupervised learning, lalu apa algorithm yang tepat untuk kasus seperti ini?
Jadi penting untuk diingat bahwa tidak ada ML algorithm yang cocok atau fit untuk diaplikasikan di semua problem. Oleh karena itu, proses ini terkadang memerlukan trial & error seperti research, bahkan experienced data scientist pun tidak akan tahu apakah algorithm itu akan tepat atau tidak jika tidak mencoba. Biasanya, data scientist akan mencoba beberapa algorithm dan membandingkan performansi dari algorithm — algorithm tersebut. Algorithm dengan performansi yang paling baiklah yang dipilih sebagai model.
Selain itu untuk supervised learning, jika LABEL dari dataset kalian berupa numerik atau kontinu variabel seperti harga, dan jumlah penjualan, kita memilih metode REGRESI dan jika bukan numerik atau diskrit maka digunakan metode KLASIFIKASI. Untuk unsupervised learning, seperti segmentasi customer, kita menggunakan metode CLUSTERING.
Eksplorasi Data
Dalam membuat model machine learning tidak serta-merta langsung modelling, ada tahapan sebelumnya yang penting untuk dilakukan sehingga kita menghasilkan model yang baik. Kita akan memanfaatkan Pandas library. Pandas cukup powerful untuk digunakan dalam menganalisa, memanipulasi dan membersihkan data.
Pertama- tama, kita check dimensi data kita terlebih dahulu. Load data dan gunakan .shape, .head(), .info(), dan .describe() untuk mengeksplorasi dataset secara berurut. Dataset ini adalah data pembeli online yang mengunjungi website dari suatu e-commerce selama setahun, yaitu ‘https://dqlab-dataset.s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/pythonTutorial/online_raw.csv’. Code dan outputnya sebagai berikut.
Data eksplorasi tidaklah cukup dengan mengetahui dimensi data dan statistical properties saja, tetapi kita juga perlu sedikit menggali tentang hubungan atau korelasi dari setiap feature, karena beberapa algorithm seperti linear regression dan logistic regression akan menghasilkan model dengan performansi yang buruk jika kita menggunakan feature/variabel saling dependensi atau berkorelasi kuat (multicollinearity). Jadi, jika kita sudah tahu bahwa data kita berkorelasi kuat, kita bisa menggunakan algorithm lain yang tidak sensitif terhadap hubungan korelasi dari feature/variabel seperti decision tree. Code yang dituliskan seperti berikut.
Kenapa mengetahui distribusi LABEL dari dataset itu penting? Karena jika distribusi label sangat tidak seimbang (imbalanced class), maka akan sulit bagi model untuk mempelajari pola dari LABEL yang sedikit dan hasilnya bisa misleading. Contohnya, kita memiliki 100 row data, 90 row adalah non fraud dan 10 row adalah fraud. Jika kita menggunakan data ini tanpa melakukan treatment khusus (handling imbalanced class), maka kemungkinan besar model kita akan cenderung mengenali observasi baru sebagai non-fraud, dan hal ini tentunya tidak diinginkan.
Selain dengan statistik, kita juga bisa melakukan eksplorasi data dalam bentuk visual. Dengan visualisasi kita dapat dengan mudah dan cepat dalam memahami data, bahkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik terkait hubungan setiap variabel/ features. Misalnya kita ingin melihat distribusi label dalam bentuk visual, dan jumlah pembelian saat weekend. Kita dapat memanfaatkan matplotlib library untuk membuat chart yang menampilkan perbandingan jumlah yang membeli (1) dan tidak membeli (0), serta perbandingan jumlah pembelian saat weekend. Contohnya seperti berikut.
Data Pre-processing
- Handling missing value
Setelah melakukan eksplorasi data, kita akan melanjutkan ke tahap data pre-processing. Raw data belum tentu bisa langsung digunakan untuk pemodelan. Jika kita memiliki banyak missing value, maka akan mengurangi performansi model dan juga beberapa algorithm machine learning tidak dapat memproses data dengan missing value. Oleh karena itu, kita perlu mengecek apakah terdapat missing value dalam data atau tidak. Jika tidak, maka kita tidak perlu melakukan apa-apa dan bisa melanjutkan ke tahap berikutnya. Jika ada, maka kita perlu melakukan treatment khusus untuk missing value ini.
Pengecekan missing value dapat dilakukan dengan menggunakan method .isnull pada dataset dan kemudian men-chaining-nya dengan method sum. Untuk jumlah keseluruhan missing value digunakan chaining method sum sekali lagi. Code dan outputnya seperti berikut.
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menangani missing value, salah satunya menghapus data. Tetapi, metode ini tidak dapat serta merta diimplementasikan. Kita juga perlu menganalisis penyebaran missing value, dan berapa persen jumlah missing value dalam data kita.
Metode ini dapat diterapkan jika tidak banyak missing value dalam data, sehingga walaupun data point ini dihapus, kita masih memiliki sejumlah data yang cukup untuk melatih model Machine Learning. Tetapi jika kita memiliki banyak missing value dan tersebar di setiap variabel, maka metode menghapus missing value tidak dapat digunakan. Kita akan kehilangan sejumlah data yang tentunya mempengaruhi performansi model. Kita bisa menghapus data point yang memiliki missing value dengan fungsi .dropna( ) dari pandas library. Fungsi dropna( ) akan menghapus data point atau baris yang memiliki missing value. Code dan outputnya seperti dibawah ini.
Selain dengan menghapus, kita bisa menggunakan metode impute missing value, yaitu mengisi record yang hilang ini dengan suatu nilai. Ada berbagai teknik dalam metode imputing, mulai dari yang paling sederhana yaitu mengisi missing value dengan nilai mean, median, modus, atau nilai konstan, sampai teknik paling advance yaitu dengan menggunakan nilai yang diestimasi oleh suatu predictive model. Untuk kasus ini, kita akan menggunakan imputing sederhana yaitu menggunakan nilai rataan atau mean. Imputing missing value sangat mudah dilakukan di Python, cukup memanfaatkan fungsi .fillna() dan .mean() dari Pandas, seperti berikut:
2. Scalling
Tahapan preprocessing selanjutnya adalah scalling. Coba tampilkan kembali 5 dataset teratas dan deskripsi statistik dari dataset. Coba perhatikan, rentang nilai dari setiap feature cukup bervariasi. Misalnya, ProductRelated_Duration vs BounceRates. ProductRelated_Duration memiliki rentang nilai mulai dari 0–5000; sedangkan BounceRates rentang nilainya 0–1.
Beberapa machine learning seperti K-NN dan gradient descent mengharuskan semua variabel memiliki rentang nilai yang sama, karena jika tidak sama, feature dengan rentang nilai terbesar misalnya ProductRelated_Duration otomatis akan menjadi feature yang paling mendominasi dalam proses training/komputasi, sehingga model yang dihasilkan pun akan sangat bias. Oleh karena itu, sebelum memulai training model, kita terlebih dahulu perlu melakukan data rescaling ke dalam rentang 0 dan 1, sehingga semua feature berada dalam rentang nilai tersebut, yaitu nilai max = 1 dan nilai min = 0. Data rescaling ini dengan mudah dapat dilakukan di Python menggunakan .MinMaxScaler( ) dari Scikit-Learn library.
Rumus dari rescaling adalah
dengan rumus ini, nilai max data akan menjadi 1 dan nilai min menjadi 0; dan nilai lainnya berada di rentang keduanya. Rumus ini tidak memungkinkan adanya rentang nilai selain 0–1.
3. Konversi string ke numerik
Dari contoh data yang kita gunakan, terdapat dua kolom yang bertipe object yang dinyatakan dalam tipe data str, yaitu kolom ‘Month’ dan ‘VisitorType’. Karena setiap algoritma machine learning bekerja dengan menggunakan nilai numeris, maka kita perlu mengubah kolom dengan tipe pandas object atau str ini ke bertipe numeris. Untuk itu, kita list terlebih dahulu apa saja label unik di kedua kolom ini.
Label unik kolom ‘Month’:
['Feb' 'Mar' 'May' 'Oct' 'June' 'Jul' 'Aug' 'Nov' 'Sep' 'Dec']
dan label unik kolom ‘VisitorType’:
['Returning_Visitor' 'New_Visitor' 'Other']
Untuk merubah tipe pandas object ini ke numerik (int, float), kita dapat menggunakan LabelEncoder dari sklearn.preprocessing. Maka codenya seperti berikut.
LabelEncoder akan mengurutkan label secara otomatis secara alfabetik, posisi/indeks dari setiap label ini digunakan sebagai nilai numeris konversi pandas objek ke numeris (dalam hal ini tipe data int). Dengan demikian kita telah membuat dataset kita menjadi dataset bernilai numeris seluruhnya yang siap digunakan untuk pemodelan dengan algoritma machine learning tertentu.
Pemodelan dengan Scikit-Learn
Scikit-learn adalah library untuk machine learning bagi para pengguna python yang memungkinkan kita melakukan berbagai pekerjaan dalam Data Science, seperti regresi (regression), klasifikasi (classification), pengelompokkan/penggugusan (clustering), data preprocessing, dimensionality reduction, dan model selection (pembandingan, validasi, dan pemilihan parameter maupun model).
Ada beberapa library machine learning di Python seperti Keras, tetapi Scikit — Learn adalah yang paling basic sehingga jika kita menguasai scikit-learn, kita dapat dengan mudah mempelajari library machine learning yang lain.
- Features & Label
Dalam dataset user online purchase, label target sudah diketahui, yaitu kolom Revenue yang bernilai 1 untuk user yang membeli dan 0 untuk yang tidak membeli, sehingga pemodelan yang dilakukan ini adalah klasifikasi. Nah, untuk melatih dataset menggunakan Scikit-Learn library, dataset perlu dipisahkan ke dalam Features dan Label/Target. Variabel Feature akan terdiri dari variabel yang dideklarasikan sebagai X dan [Revenue] adalah variabel Target yang dideklarasikan sebagai y. Gunakan fungsi drop() untuk menghapus kolom [Revenue] dari dataset. Untuk mengubah dataset ke dalam format yang diminta oleh Scikit — Learn dapat menuliskan kode berikut:
2. Training dan Test Dataset
Sebelum kita melatih model dengan suatu algorithm machine, dataset perlu kita bagi ke dalam training dataset dan test dataset dengan perbandingan 80:20. 80% digunakan untuk training dan 20% untuk proses testing.
Perbandingan lain yang biasanya digunakan adalah 75:25. Hal penting yang perlu diketahui adalah scikit-learn tidak dapat memproses dataframe dan hanya mengakomodasi format data tipe Array. Tetapi kalian tidak perlu khawatir, fungsi train_test_split( ) dari Scikit-Learn, otomatis mengubah dataset dari dataframe ke dalam format array.
Fungsi Training adalah melatih model untuk mengenali pola dalam data, sedangkan testing berfungsi untuk memastikan bahwa model yang telah dilatih tersebut mampu dengan baik memprediksi label dari new observation dan belum dipelajari oleh model sebelumnya.
Kita coba bagi dataset ke dalam Training dan Testing. Gunakan test_size = 0.2 dan tambahkan argumen random_state = 0, pada fungsi train_test_split( ). Maka susunan codenya seperti berikut.
3. Training Model: Fit
Sekarang saatnya kita melatih model atau training. Dengan Scikit-Learn, kita cukup memanggil nama algorithm yang akan kita gunakan, biasanya disebut classifier untuk problem klasifikasi, dan regressor untuk problem regresi. Sebagai contoh, kita akan menggunakan Decision Tree. Kita hanya perlu memanggil fungsi DecisionTreeClassifier() yang kita namakan “model”. Kemudian menggunakan fungsi .fit() dan X_train, y_train untuk melatih classifier tersebut dengan training dataset, seperti ini:
4. Training Model: Predict
Setelah model/classifier terbentuk, selanjutnya kita menggunakan model ini untuk memprediksi LABEL dari testing dataset (X_test), menggunakan fungsi .predict(). Fungsi ini akan mengembalikan hasil prediksi untuk setiap data point dari X_test dalam bentuk array. Proses ini kita kenal dengan TESTING. Proses testing menggunakan fungsi .predict() seperti ini:
ukuran y_pred sama dengan ukuran y_test.
5. Evaluasi Model Performance
Tahap terakhir dari modelling yaitu evaluasi hasil model. Untuk evaluasi model performance, setiap algorithm mempunyai metrik yang berbeda-beda. Metrik paling sederhana untuk mengecek performansi model adalah accuracy. Kita bisa munculkan dengan fungsi .score( ). Tetapi, di banyak real problem, accuracy saja tidaklah cukup. Metode lain yang digunakan adalah dengan Confusion Matrix. Confusion Matrix merepresentasikan perbandingan prediksi dan real LABEL dari test dataset yang dihasilkan oleh algoritma ML.
True Positive (TP): Jika user diprediksi (Positif) membeli ([Revenue] = 1]), dan memang benar(True) membeli.
True Negative (TN): Jika user diprediksi tidak (Negatif) membeli dan aktualnya user tersebut memang (True) membeli.
False Positive (FP): Jika user diprediksi Positif membeli, tetapi ternyata tidak membeli (False).
False Negatif (FN): Jika user diprediksi tidak membeli (Negatif), tetapi ternyata sebenarnya membeli.
Untuk menampilkan confusion matrix cukup menggunakan fungsi confusion_matrix() dari Scikit-Learn, seperti berikut.
Berdasarkan confusion matrix, dapat mengukur metrik — metrik berikut :
- Accuracy = (TP + TN ) / (TP+FP+FN+TN)
- Precision = (TP) / (TP+FP)
- Recall = (TP) / (TP + FN)
- F1 Score = 2 * (Recall*Precission) / (Recall + Precission)
Tidak perlu menghitung nilai ini secara manual. Cukup gunakan fungsi classification_report() untuk memunculkan hasil perhitungan metrik — metrik tersebut.
Jika dataset memiliki jumlah data False Negatif dan False Positif yang seimbang (Symmetric), maka bisa gunakan Accuracy, tetapi jika tidak seimbang, maka sebaiknya menggunakan F1-Score. Dalam suatu problem, jika lebih memilih False Positif lebih baik terjadi daripada False Negatif, misalnya: Dalam kasus Fraud/Scam, kecenderungan model mendeteksi transaksi sebagai fraud walaupun kenyataannya bukan, dianggap lebih baik, daripada transaksi tersebut tidak terdeteksi sebagai fraud tetapi ternyata fraud. Untuk problem ini sebaiknya menggunakan Recall.
Sebaliknya, jika lebih menginginkan terjadinya True Negatif dan sangat tidak menginginkan terjadinya False Positif, sebaiknya menggunakan Precision. Contohnya adalah pada kasus klasifikasi email SPAM atau tidak. Banyak orang lebih memilih jika email yang sebenarnya SPAM namun diprediksi tidak SPAM (sehingga tetap ada pada kotak masuk email kita), daripada email yang sebenarnya bukan SPAM tapi diprediksi SPAM (sehingga tidak ada pada kotak masuk email).
Supervised Learning — Algorithm
Setelah pemahaman dengan prosedur machine learning modelling. Selanjutnya materi akan membahas mengenai machine learning algorithm. Sebagai dasar, akan dipelajari beberapa algorithm machine learning yaitu Logistic Regression, dan Decision Tree untuk classification problem, dan Linear regression untuk regression problem.
- Classification
a) Logistic Regression
Logistic Regression merupakan salah satu algoritma klasifikasi dasar yang cukup popular. Secara sederhana, Logistic regression hampir serupa dengan linear regression tetapi linear regression digunakan untuk Label atau Target Variable yang berupa numerik atau continuous value, sedangkan Logistic regression digunakan untuk Label atau Target yang berupa categorical/discrete value. Contoh continuous value adalah harga rumah, harga saham, suhu, dsb; dan contoh dari categorical value adalah prediksi SPAM or NOT SPAM (1 dan 0) atau prediksi customer SUBSCRIBE atau UNSUBSCRIBED (1 dan 0).
Umumnya Logistic Regression dipakai untuk binary classification (1/0; Yes/No; True/False) problem, tetapi beberapa data scientist juga menggunakannya untuk multiclass classification problem. Logistic regression adalah salah satu linear classifier, oleh karena itu, Logistik regression juga menggunakan rumus atau fungsi yang sama seperti linear regression yaitu:
yang disebut Logit, dimana Variabel 𝑏₀, 𝑏₁, …, 𝑏ᵣ adalah koefisien regresi, dan 𝑥₁, …, 𝑥ᵣ adalah explanatory variable/variabel input atau feature.
Output dari Logistic Regression adalah 1 atau 0; sehingga real value dari fungsi logit ini perlu ditransfer ke nilai di antara 1 dan 0 dengan menggunakan fungsi sigmoid.
Jadi, jika output dari fungsi sigmoid bernilai lebih dari 0.5, maka data point diklasifikasi ke dalam label/class: 1 atau YES; dan kurang dari 0.5, akan diklasifikasikan ke dalam label/class: 0 atau NO.
Logistic Regression hanya dapat mengolah data dengan tipe numerik. Pada saat preparasi data, pastikan untuk mengecek tipe variabel yang ada dalam dataset dan pastikan semuanya adalah numerik, lakukan data transformasi jika diperlukan.
Pemodelan Logistic Regression dengan memanfaatkan Scikit-Learn sangatlah mudah. Dengan menggunakan dataset yang sama yaitu online_raw, dan setelah dataset dibagi ke dalam Training Set dan Test Set, cukup menggunakan modul linear_model dari Scikit-learn, dan memanggil fungsi LogisticRegression() yang diberi nama logreg. Kemudian, model yang sudah ditraining ini bisa digunakan untuk memprediksi output/label dari test dataset sekaligus mengevaluasi model performance dengan fungsi score(), confusion_matrix() dan classification_report(). Code dan outputnya bisa dilihat dibawah ini.
b) Decision Tree
Decision Tree merupakan salah satu metode klasifikasi yang populer dan banyak diimplementasikan serta mudah diinterpretasi. Decision tree adalah model prediksi dengan struktur pohon atau struktur berhierarki. Decision Tree dapat digunakan untuk classification problem dan regression problem. Secara sederhana, struktur dari decision tree adalah sebagai berikut:
Decision tree terdiri dari :
- Decision Node yang merupakan feature/input variabel;
- Branch yang ditunjukkan oleh garis hitam berpanah, yang adalah rule/aturan keputusan, dan
- Leaf yang merupakan output/hasil.
Decision Node paling atas dalam decision tree dikenal sebagai akar keputusan, atau feature utama yang menjadi asal mula percabangan. Jadi, decision tree membagi data ke dalam kelompok atau kelas berdasarkan feature/variable input, yang dimulai dari node paling atas (akar), dan terus bercabang ke bawah sampai dicapai cabang akhir atau leaf.
Misalnya ingin memprediksi apakah seseorang yang mengajukan aplikasi kredit/pinjaman, layak untuk mendapat pinjaman tersebut atau tidak. Dengan menggunakan decision tree, dapat membreak-down kriteria-kriteria pengajuan pinjaman ke dalam hierarki seperti gambar berikut :
Seumpama, orang yang mengajukan berumur lebih dari 40 tahun, dan memiliki rumah, maka aplikasi kreditnya dapat diluluskan, sedangkan jika tidak, maka perlu dicek penghasilan orang tersebut. Jika kurang dari 5000, maka permohonan kreditnya akan ditolak. Dan jika usia kurang dari 40 tahun, maka selanjutnya dicek jenjang pendidikannya, apakah universitas atau secondary. Nah, percabangan ini masih bisa berlanjut hingga dicapai percabangan akhir/leaf node.
Seperti yang sudah dilakukan dalam prosedur pemodelan machine learning, selanjutnya dapat dengan mudah melakukan pemodelan decision tree dengan menggunakan scikit-learn module, yaitu DecisionTreeClassifier.
2. Regression
Regression merupakan metode statistik dan machine learning yang paling banyak digunakan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, regresi digunakan untuk memprediksi output label yang berbentuk numerik atau continuous value. Dalam proses training, model regresi akan menggunakan variabel input (features) dan variabel output (label) untuk mempelajari bagaimana hubungan/pola dari variabel input dan output.
Model regresi terdiri atas 2 tipe yaitu :
- Simple regression model → model regresi paling sederhana, hanya terdiri dari satu feature (univariate) dan 1 target.
- Multiple regression model → sesuai namanya, terdiri dari lebih dari satu feature (multivariate).
a) Linear Regression
Adapun model regresi yang paling umum digunakan adalah Linear Regression. Linear regression digunakan untuk menganalisis hubungan linear antara dependent variabel (feature) dan independent variabel (label). Hubungan linear disini berarti bahwa jika nilai dari independen variabel mengalami perubahan baik itu naik atau turun, maka nilai dari dependen variabel juga mengalami perubahan (naik atau turun). Rumus matematis dari Linear Regression adalah:
untuk simple linear regression, atau
untuk multiple linear regression dengan, y adalah target/label, X adalah feature, dan a,b adalah model parameter (intercept dan slope).
Perlu diketahui bahwa tidak semua problem dapat diselesaikan dengan linear regression. Untuk pemodelan dengan linear regression, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu :
- Terdapat hubungan linear antara variabel input (feature) dan variabel output(label). Untuk melihat hubungan linear feature dan label, dapat menggunakan chart seperti scatter chart. Untuk mengetahui hubungan dari variabel umumnya dilakukan pada tahap eksplorasi data.
- Tidak ada multicollinearity antara features. Multicollinearity artinya terdapat dependency antara feature, misalnya saja hanya bisa mengetahui nilai feature B jika nilai feature A sudah diketahui.
- Tidak ada autocorrelation dalam data, contohnya pada time-series data.
Pemodelan Linear regression menggunakan scikit-learn tidaklah sulit. Secara prosedur serupa dengan pemodelan logistic regression. Cukup memanggil LinearRegression dengan terlebih dahulu meng-import fungsi tersebut :
from sklearn.linear_model import LinearRegression
Setelah memahami konsep dasar dari regression, kita akan berlatih membuat model machine learning dengan Linear regression. Untuk pemodelan ini kita akan menggunakan data ‘Boston Housing Dataset’. Kita tidak bisa menggunakan data “online purchase” karena untuk linear regression target/label harus berupa numerik, sedangkan target dari online purchase data adalah categorical.
Tujuan dari pemodelan ini adalah memprediksi harga rumah di Boston berdasarkan feature — feature yang ada. Asumsikan saja bahwa kita sudah melakukan data eksplorasi dan data pre-processing. Jadi, data yang akan digunakan adalah data yang siap untuk diproses ke tahap pemodelan.
b) Regression Performance Evaluation
Dalam melakukan evaluasi untuk model regression, kita menghitung selisih antara nilai aktual (y_test) dan nilai prediksi (y_pred) yang disebut error, adapun beberapa metric yang umum digunakan.
Mean Squared Error (MSE) adalah rata-rata dari squared error:
Root Mean Squared Error (RMSE) adalah akar kuadrat dari MSE:
Mean Absolute Error (MAE) adalah rata-rata dari nilai absolut error:
Semakin kecil nilai MSE, RMSE, dan MAE, semakin baik pula performansi model regresi. Untuk menghitung nilai MSE, RMSE dan MAE dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi mean_squared_error () , mean_absolute_error () dari scikit-learn.metrics dan untuk RMSE sendiri tidak terdapat fungsi khusus di scikit-learn tapi dapat dengan mudah kita hitung dengan terlebih dahulu menghitung MSE kemudian menggunakan numpy module yaitu, sqrt() untuk memperoleh nilai akar kuadrat dari MSE.
Unsupervised Learning — Algorithm
Unsupervised Learning adalah teknik machine learning dimana tidak terdapat label atau output yang digunakan untuk melatih model. Jadi, model dengan sendirinya akan bekerja untuk menemukan pola atau informasi dari dataset yang ada. Metode unsupervised learning yang dikenal dengan clustering. Sesuai dengan namanya, Clustering memproses data dan mengelompokkannya atau mengcluster objek/sample berdasarkan kesamaan antar objek/sampel dalam satu kluster, dan objek/sample ini cukup berbeda dengan objek/sample di kluster yang lain. Contohnya pada gambar berikut:
Pada awalnya kita tidak mengetahui bagaimana pola dari objek/sample, termasuk juga tidak mengetahui bagaimana kesamaan maupun perbedaan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Setelah dilakukan clustering, baru dapat terlihat bawah objek/sample tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 3 kluster. Metode clustering yang sangat populer, yaitu K-Means Algorithm.
K-Means merupakan tipe clustering dengan centroid based (titik pusat). Artinya kesamaan dari objek/sampel dihitung dari seberapa dekat objek itu dengan centroid atau titik pusat. Untuk menghitung kedekatan, digunakan perhitungan jarak antar 2 buah data atau jarak Minkowski.
xi , xj adalah dua buah data yang akan dihitung jaraknya, dan p = dimensi/jumlah dari data
Terdapat beberapa tipe perhitungan jarak yang dapat digunakan, yaitu :
- Jarak Manhattan di mana g = 1
- Jarak Euclidean di mana g = 2
- Jarak Chebychev di mana g = ∞
Untuk menentukan centroid, pada awalnya kita perlu mendefinisikan jumlah centroid (K) yang diinginkan, semisalnya kita menetapkan jumlah K = 3; maka pada awal iterasi, algorithm akan secara random menentukan 3 centroid. Setelah itu, objek/sample/data point yang lain akan dikelompokkan sebagai anggota dari salah satu centroid yang terdekat, sehingga terbentuk 3 cluster data.
Iterasi selanjutnya, titik-titik centroid diupdate atau berpindah ke titik yang lain, dan jarak dari data point yang lain ke centroid yang baru dihitung kembali, kemudian dikelompokkan kembali berdasarkan jarak terdekat ke centroid yang baru. Iterasi akan terus berlanjut hingga diperoleh cluster dengan error terkecil, dan posisi centroid tidak lagi berubah.
Secara prosedur, tahap eksplorasi data untuk memahami karakteristik data, dan tahap preprocessing tetap dilakukan. Tetapi dalam unsupervised learning, kita tidak membagi dataset ke feature dan label; dan juga ke dalam training dan test dataset, karena pada dasarnya kita tidak memiliki informasi mengenai label/target data.
Clustering yang baik adalah cluster yang data point-nya saling rapat/sangat berdekatan satu sama lain dan cukup berjauhan dengan objek/data point di cluster yang lain. Jadi, objek dalam satu cluster tidak tersebut berjauhan. Nah, untuk mengukur kualitas dari clustering, kita bisa menggunakan inertia.
Inertia mengukur seberapa besar penyebaran object/data point data dalam satu cluster, semakin kecil nilai inertia maka semakin baik. Kita tidak perlu bersusah payah menghitung nilai inertia karena secara otomatis, telah dihitung oleh KMeans( ) ketika algorithm di fit ke dataset. Untuk mengecek nilai inertia cukup dengan print fungsi .inertia_ dari model yang sudah di fit ke dataset. Untuk mengetahui nilai K yang paling baik dengan inertia yang paling kecil, kita perlu mencoba beberapa nilai, dan memplot nilai inertia-nya. Semakin banyak cluster maka inertia semakin kecil.
Meskipun suatu clustering dikatakan baik jika memiliki inertia yang kecil tetapi secara praktikal in real life, terlalu banyak cluster juga tidak diinginkan. Adapun rule untuk memilih jumlah cluster yang optimal adalah dengan memilih jumlah cluster yang terletak pada “elbow” dalam intertia plot, yaitu ketika nilai inertia mulai menurun secara perlahan. Jika dilihat pada gambar maka jumlah cluster yang optimal adalah K = 3.
Bagaimana sampai disini teman-teman? Ternyata asyik ya belajar machine learning. Nah, sekarang biar lebih paham lagi, kita coba praktekan mini project, yuk!
Divisi e-commerce kita ingin memprediksi apakah user- user yang sedang mengunjungi halaman website yang baru akan mengklik banner promo (ads) di halaman tersebut atau tidak berdasarkan feature yang ada. Kita akan membuatkan machine learning model untuk menyelesaikan permasalahan dari e-commerce kita ini ya.
Adapun feature — feature dalam dataset ini adalah :
- ‘Daily Time Spent on Site’ : lama waktu user mengunjungi site (menit)
- ‘Age’ : usia user (tahun)
- ‘Area Income’ : rata — rata pendapatan di daerah sekitar user
- ‘Daily Internet Usage’ : rata — rata waktu yang dihabiskan user di internet dalam sehari (menit)
- ‘Ad Topic Line’ : topik/konten dari promo banner
- ‘City’ : kota dimana user mengakses website
- ‘Male’ : apakah user adalah Pria atau bukan
- ‘Country’ : negara dimana user mengakses website
- ‘Timestamp’ : waktu saat user mengklik promo banner atau keluar dari halaman website tanpa mengklik banner
- ‘Clicked on Ad’ : mengindikasikan user mengklik promo banner atau tidak (0 = tidak; 1 = klik).
Di proyek ini, diharapkan untuk membuat machine learning model sesuai dengan prosedur machine learning yang sudah disharing sebelumnya. Jadi, tahap — tahap yang perlu dilakukan adalah (langkah ke-1) terlebih dahulu
- Data eksplorasi dengan head(), info(), describe(), shape